Selasa, 09 Oktober 2012

Dian Pelangi


Dian Pelangi resah setiap mendengar wanita pemakai jilbab atau hijab dicitrakan kuno, tua, dan kampungan. Tumbuh di keluarga kental tradisi Islam, ayah pengusaha garmen, dan ibu pemilik butik muslim, ia tertantang membuat perubahan.




Berbekal pendidikan tata busana dan agama, ia ambil alih usaha butik ibunya. Tanpa melawan syariat Islam, ia perlahan mengubah citra negatif busana muslim lewat rancangannya yang stylish dan trendy. Dengan karakter rancangannya yang ceria, warna-warni dan bernafas etnik.
Dian juga menelurkan ‘Hijabers Community’. Komunitas muslimah muda yang aktif membagi tips dan pengalaman terkait hijab dan Islam. Kegiatannya mulai dari islamic fashion show, tutorial memakai hijab, tausiyah, dan pengajian.

Minggu, 07 Oktober 2012

Dian Pelangi: Ikut Fashion Show

Pertama kali Dian ikut fashion show adalah pada Mei 2009, di Melbourne, Australia. Awalnya, busananya ditampilkan dalam sebuah majalah muslim nasional.

Majalah itu kebetulan bekerjasama dengan Kementrian Pariwisata untuk mengadakan fashion show di sana. Yang tidak disangka seorang perancang senior Iva Latifah juga ikut dalam fashion show tersebut. 

Saat itu Dian berangkat sendiri menuju Melbourne dengan membawa 40 busana. Untungnya disana Dian memiliki kenalan disana, sehingga bisa membantunya sedikit demi sedikit pekerjaannya itu.

Dan ternyata respons terhadap busana rancangannya sangat bagus. Liputan mengenai Dian dimuat di surat kabar bernama The Edge. Hingga ada sebuah outlet yang menjual busana rancangan Dian di Melbourne.

Dian Pelangi : Terjun ke Dunia Fashion


Ayah ibunya juga menggeluti dunia fashion, jadi gak heran kalau Dian mendapat turunan dari kedua orang tuanya dalam menggeluti dunia fashion.

Ketertarikannya pada dunia fashion berawal dari saat dia masih kecil, dia sudah dibiasakan oleh ibunya untuk mendesign baju yang diinginkannya, mulai dari model juga pilihan warnanya. Awalnya memang merasa terpaksa dalam mendesign baju, tapi lama-kelamaan Dian nyaman dengan kegiatan tersebut.

Lulus SMP Dian melanjutkan ke SMKN 1 Jurusan Tata Busana di Pekalongan. Kebetulan saat itu bersamaan dengan kepindahan orangtuanya ke Pekalongan untuk membuka pabrik tekstil. Lulus SMK, Dian mulai diberi tanggung jawab untuk meneruskan butik Dian Pelangi di Jakarta. Padahal, waktu itu Dian masih berumur 16 tahun. Mungkin memang sengaja diceburkan ke dunia fashion oleh orangtua.

Di Jakarta, Dian semakin serius menekuni dunia fashion . Lalu meneruskan kuliah di sekolah mode ESMOD selama setahun. Alasannya, lebih dekat dengan tempat tinggalnya di Jakarta dan belum diizinkan ke luar negeri karena masih kecil.

masih tentang Hana Tajima Simpson



    

      Ciri rancangan Hana Tajima adalah simpel, mengikuti tren, dan tetap syar'i. Rancangannya jauh dari kesan bahwa busana Muslimah itu harus kedodoran, padanan warnanya norak, dan tak rapi. Hingga akhirnya tergerak untuk mendesain pakaian muslimah lengkap dengan jilbabnya yang sesuai dengan tren.


Lalu, ia membuat blog StyleCovered, berisi panduan berjilbab. Ia mengambil arus yang berbeda berdasar pengalamannya: busana casual yang simpel, hampir seperti "busana sopan" yang dikenakan wanita lain sehari-hari. Dengan gaya busana ini, orang lain tak akan "kaget" atau canggung.




Tak diduga, blognya laris manis dan jadi rujukan Muslimah tak hanya di Inggris tapi juga berbagai negara. Berawal dari situlah, Hana kemudian memutuskan untuk mendirikan Maysaa, sebuah rumah desain dan fesyen yang terinspirasi dari fesyen Barat namun tetap disesuaikan dengan kaidah Islam.
Kini, ia menjadi ikon baru generasi muda Inggris. Muda, energik, modis, dan...Muslim.
Foto-foto Hana Tajima

Senin, 01 Oktober 2012

Hana Tajima Simpson: Mu'alaf

Hana Tajima ternyata adalah seorang mua’laf yang bersyahadat saat dia berumur 17 tahun, yaitu saat dia menginjak bangku kuliah.

Sebelumnya, Hana adalah seorang pemeluk Kristen. Ia tumbuh di daerah pedesaan di pinggiran Devon yang terletak di sebelah barat daya Inggris. Kedua orang tuanya bukan termasuk orang yang religius, namun mereka sangat menghargai perbedaan. Di tempat tinggalnya itu tidak ada seorang pun warga yang memeluk Islam. Persentuhannya dengan Islam terjadi ketika Hana melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi dan berteman dengan beberapa orang muslim.

Dalam pandangan Hana, saat itu teman-temannya yang beragama Islam terlihat berbeda. Mereka terlihat menjaga jarak dengan beberapa mahasiswa tertentu. Mereka juga menolak ketika diajak untuk pergi ke pesta malam di sebuah klub. Bagi Hana, hal itu justru sangat menarik. Terlebih, teman-temannya yang Muslim dianggap sangat menyenangkan saat diajak berdiskusi membahas materi kuliah. Menurut dia, mahasiswa Muslim lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca di perpustakaan ataupun berdiskusi.

Dari teman-teman Muslim itulah, secara perlahan Hana mulai tertarik dengan ilmu filsafat, khususnya filsafat Islam. Sejak saat itu pula, Hana mulai mempelajari filsafat Islam dari sumbernya langsung, yakni Alquran. Dalam Alquran yang dipelajarinya, ia menemukan fakta bahwa ternyata kitab suci umat Islam ini lebih sesuai dengan kondisi saat ini.

Lalu, dia memutuskan untuk menjadi mu’alaf  alasan lain  karena dia sudah muak dengan kebiasaan anak muda london yang tak bisa lepas dari pergaulan bebas.

Hana mulai mengenakan jilbab di hari yang sama ia bersyahadat. Pada awal berjilbab, ia merasa "keluar dari diri saya". Padahal, ia sudah merancang busana-busananya senyaman mungkin. Bahkan di lingkungan teman dekatnya, semua agak berubah menjadi canggung setelah ia berjilbab.